PENDIDIKAN

UNM Gelar Pelatihan Bahasa Isyarat untuk Wujudkan Kampus Inklusif dan Bebas Kekerasan

Apollotimes.news_ Dalam upaya menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, serta bebas dari segala bentuk kekerasan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPK) Universitas Negeri Makassar (UNM) mengadakan Pelatihan Ramah Disabilitas dengan tema “Bahasa Isyarat sebagai Keterampilan Dasar untuk Menciptakan Kampus yang Inklusif dan Bebas Kekerasan.”

Kegiatan berlangsung selama dua hari di Hotel Melia Makassar, mulai Jumat hingga Sabtu, 31 Oktober–1 November 2025. Pelatihan ini menjadi salah satu langkah nyata UNM dalam memperkuat tata kelola kampus yang berkeadilan dan menghargai keberagaman.

Sebanyak 30 peserta yang terdiri atas dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa dari berbagai fakultas di UNM mengikuti kegiatan ini dengan antusias. Mereka memperoleh pemahaman dasar tentang pentingnya komunikasi inklusif, khususnya bagi penyandang disabilitas rungu dan wicara.


Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor II UNM, Prof. Hartati, Ph.D. Dalam sambutannya, ia menegaskan komitmen universitas dalam mewujudkan lingkungan akademik yang aman dan menghargai setiap individu tanpa diskriminasi.

“UNM berkomitmen memperkuat tata kelola kampus, termasuk melalui pembentukan Satgas PPK. Kami juga memiliki pusat layanan disabilitas dan akan memetakan jumlah mahasiswa disabilitas untuk pengembangan sarana dan prasarana yang lebih mendukung,” ujar Prof. Hartati.

Ia menambahkan, sinergi antarunit di lingkungan kampus menjadi kunci dalam menciptakan perubahan positif. “Mari kita bekerja sama agar tata kelola UNM semakin baik ke depan,” tuturnya.

Pelatihan ini menghadirkan dua narasumber berkompeten di bidangnya, yakni Ridwan, M.S.IP., dari Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Sulawesi Selatan, serta Wizerti Ariastuti Saleh, S.Pd., M.Pd., dari Sign Language Special Education.

Ridwan memaparkan pentingnya memahami konsep kesetaraan dalam pendidikan tinggi. Ia menekankan bahwa inklusivitas bukan hanya soal akses fisik, tetapi juga bagaimana komunikasi dan interaksi dibangun secara adil bagi semua pihak.

Sementara itu, Wizerti memberikan pelatihan langsung tentang dasar-dasar bahasa isyarat Indonesia. Para peserta diajak mempraktikkan percakapan sederhana yang dapat digunakan dalam interaksi sehari-hari di lingkungan kampus.

Menurutnya, kemampuan berbahasa isyarat menjadi bekal penting bagi sivitas akademika untuk menciptakan ruang belajar yang ramah bagi mahasiswa disabilitas. “Bahasa isyarat bukan hanya alat komunikasi, tetapi bentuk penghormatan terhadap keberagaman,” ujarnya.

Selama pelatihan, suasana berlangsung interaktif. Peserta tampak antusias mengikuti sesi praktik, saling berlatih menyapa dan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dasar.

Selain meningkatkan pemahaman peserta tentang komunikasi inklusif, kegiatan ini juga diharapkan mampu memperkuat peran Satgas PPK UNM dalam mencegah segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan pelecehan di lingkungan akademik.


Dengan pelatihan ini, UNM menegaskan posisinya sebagai kampus yang peduli terhadap isu keberagaman dan kesetaraan. Langkah-langkah konkret seperti ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lain di Indonesia.

Ke depan, UNM berencana melanjutkan program serupa dengan skala lebih luas agar semangat inklusivitas dapat dirasakan oleh seluruh elemen kampus.

Melalui komitmen dan aksi nyata ini, UNM berupaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas kekerasan bagi semua.